Jumat, 13 Januari 2012

http://www.myspace.com/likethisfreepunkrock

PERCUMA

                                                                                                  by: Like This (band)


Ingatlah saat kita menanti bersama kita terus bermimpi
segalanya takkan pernah terhenti
untuk hadapi semua ini.

Ternyata langkahmu telah terhenti
tak mampu lagi kau untuk berdiri
seakan mimpimu telah mati
dan semua akan jadi sesal hidupmu.

Pergilah kau bersamanya
(jangan pernah untuk mencoba kembali)
Lalui jalan berbeda
(walau kau disini Percuma)



                                                                                                 November, 2007



              

  1. Play
  2. Play Next
  3. Add to queue
percuma
5:50


Aku


Aku

Chairil Anwar,
Maret 1943



Kalau sampai waktuku
Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau

Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang

Biar peluru bushmen kulitku
Aku tetap meradang menerjang

Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari hingga hilang pedih perih

Dan aku akan lebih tidak peduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi










MAKALAH KRITIK SASTRA





TEMA CINTA DALAM DERAI-DERAI CEMARA KARYA CHAIRIL ANWAR




I

PENDAHULUAN
           
            Puisi sebagai salah sebuah karya seni yang dapat di kaji dari berbagai macam apeknya. Tujuan dari berbagai macam pengkajian adalah untuk mengetahui makna, arti dan mengetahui juga bahwa puisi bukanlah sesuatu yang kosong tanpa makna. Dalam makalah ini, sengaja kami mengkaji beberapa karya puisi dari Chairil Anwar  yang bertemakan cinta. Karena dalam puisi-puisi Chairil Anwar  banyak mengandung nilai nilai estetis yang dapat memberikan kenikmatan seni, juga memperkaya kepuasan batin bagi pembacanya.
            Adapun tema yang kami pilih adalah tema cinta, karena paling di minati oleh sastrawan dan penikmatnya selain itu tema tersebut didalam buku Derai-Derai Cemara lebih dominan bertemakan cinta.



II
Pembahasan

1. TAK SEPADAN

Tak Sepadan
(Chairil Anwar)
Aku kira: 
Beginilah nanti jadinya  
Kau kawin, beranak dan bahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasveros 
Dikutuk sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta 
Tak satupun juga pintu terbuka
Jadi baik juga kita padami 
Unggunan api ini
Karena kau tidak akan apa-apa 
Aku terpanggang tinggal rangka

            Puisi ini tentang patah hati, tentang seorang laki-laki yang tidak bisa menjalin cinta dengan gadis pujaannya karena mereka tidak sepadan. Si pemuda ini seolah sudah tahu kalau nanti si perempuan bakal dapat laki-laki yang sepadan, menikah, kemudian punya anak, hidup bahagia selama-lamanya. Sementara dia bakal tetap menggelendang.
Sedang, aku mengembara serupa Ahasveros/ Dikutuk sumpahi Eros'. Ahasveros ,seorang Raja dari daerah Romawi berabad-abad yang lalu. Sementara Eros adalah Dewa Cintanya mitologi Yunani. Jadi kalau kita dikutuk sumpahi si Eros ini, tak akan ada cinta mendekat.




2. SAJAK PUTIH

Buat tunanganku Mirat
Bersandar pada tari warna pelangi
kau depanku bertudung sutra senja
di hitam matamu kembang mawar dan melati
harum rambutmu mengalun bergelut senda

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
menarik menari seluruh aku
hidup dari hidupku, pintu terbuka
selama matamu bagiku menengadah
selama kau darah mengalir dari luka
antara kita Mati datang tidak membelah…
Buat Miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku…
1944

Gadisnya si aku pada suatu senja yang indah duduk di depan si aku. Ia bersandar pada latar belakang yang penuh dengan warna- warna pelangi, yaitu langit senja yang indah penuh dengan macam- macam warna. Si gadis bertudung sutra di waktu senja itu. 'Sutra senja' ini dapat ditafsirkan juga langit pada waktu senja yang sangat indah seperti sutra: cemerlang-berkilau-kilauan. Sedang rambut si dara yang harum ditiup angin mengalun tampaknya seperti sedang bergelutan bersenda gurau. Sedang dalam mata si gadis yang hitam itu kelihatan bunga mawar dan melati yang mekar. Mawar dan melati ini mengiaskan sesuatu yang indah, menarik. Biasanya mawar itu berwarna merah, mengiaskan. cinta, melati putih mengiaskan kesucian, ketulusan. Jadi, dalam mata si Gadis itu tampak cinta yang tulus, menarik, dan mengikat. Jadi, suasana pada waktu itu sangat menyenangkan, menggairahkan, menarik, penuh keindahan yang mengharukan si aku.
Dalam puncak keharuannya antara dua kekasih itu, tidak terjadi percakapan sehingga sepilah yang terasa, sunyi senyap, sepi menyanyi:tiba-tiba suasana menjadi sepi, seperti halnya suasana
Malam yang kudus pada waktu tiba saat berdoa. Kesepian ini menyebabkan jiwa si aku bergerak seperti halnya permukaan kolam yang beriak ditiup angin. Maksudnya, timbul pikiran atau angan- angan dalam jiwa si 'Au. Jiwa si Aku bergerak seperti merenung atau melamun. Jika orang diam tidak berbicara, maka jiwa atau pikirannya yang berbicara. Dalam keadaan tanpa kata itu, di dalam dada si aku terdengar lagu yang merdu. Ini mengiaskan kegembiraan. Begitu juga karena gembiranya memuncak, rasanya seluruh diri si aku: badan dan iwanya menari, dari ujung rambut sampai ujung kaki. Untuk konkretnya, orang yang gembira digambarkan atau dikiaskan menari.
Dalam keadaaan kegembiraan hati yang memuncak itu, si aku merasakan hidupnya penuh dengan kemungkinan, ada jalan keluar: pintu terbuka, selama gadis kekasihnya masih menengadahkan muka kepada si aku. Ini merupakan kiasan bahwa si gadis itu mencintai si aku, mau memandang ke muka si aku, bahkan juga isyarat untuk meminta ciuman dari si aku: Jadi, mereka masih tetap bermesraan.
Begitu juga hidup si aku itu penuh harapan selama si gadis masih hidup wajar, dikiaskan dengan darahnya masih bisa mengalir dari luka, sampai pun kematian tiba si aku dan gadis kekasihnya tetap bersatu dalam cinta, tidak berpisah, tidak bercerai selamanya.
Sajak ini berjudul "sajak putih". Sajak merupakan kiasan suara hati si penyair, suara hati si aku. Putih mengiaskan ketulusan, kejujuran, atau keikhlasan. Jadi, "sajak putih" berarti suara hati si penyair, si aku, yang sebenar-benarnya, yang setulus-tulusnya, yang sejujur-jujurnya. Maksudnya, pujian kepada kekasih, harapan, dan cintanya kepada kekasih yang dinyatakan itu, diucapkan dengan - jujur-jujurnya, setulus-tulusnya - bukan bohong!


3. PENERIMAAN

Penerimaan – Chairil Anwar
Jika kau mau, kuterima kau kembali
Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri
Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani
Jika kau mau, kuterima kau kembali
Tapi untukku sendiri
Sedang dengan cermin aku enggan berbagi
                       
Si aku mengetahui bahwa gadis yang dicintainya sudah tidak murni lag, sudah seperti bunga yang sarinya terbagi, yaitu sudah dihinggapi kumbang lain. Wanita itu jika ingin mau diterima kembali harus berani bertemu dengan si aku dan jangan malu untuk menemui si aku. Digambarkan “Djangan tunduk! Tantang aku dengan berani”. Si aku pun tetap menerima dengan sepenuh hati walaupun wanita itu sudah tidak perawan lagi.Chairil Anwar membandingkan wanita dengan bunga(kembang). Wanita yang sudah tidak murni digambarkan sebagai bunga yang sarinya sudah terbag i(bak kembang sari yang sudah terbagi). Ini hampir sama dengn perumpamaan yang dilakukan Amir Hamzah: “Rupanya teratai patah kelopak/dihinggapi kumbang berpuluh kali dan kulihat kumbang keliling berlaga”. Sedangkan Chairil Anwar :”Kutau kau bukan yang dulu lagi/ bak kembang sari sudah terbagi”. Numun Chairil Anwar tetap menggunakan bahasa keseharian dalam pengungkapan dan menggunakan gaya eksresif yang padat.




  4. TUTI ARTIC 

Antara bahagia sekarang dan nanti jurang menganga
Adikku yang lagi keenakan menjilat es artic;
Sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan sus+coca cola,
Isteriku dalam latihan: kita hentikan jam berdetik.
Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal terasa
-ketika kita bersepeda kuantar kau pulang-
Panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara,
Mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang.
Pilihanmu saban hari menjemur, saban kali bertukar;
Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tidak tahu:
Sorga hanya permainan sebentar
Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu
Aku dan Tuti + Greet + Amoi.... hati terlantar,
Cinta adalah bahaya yang lekas jadi pudar

Si aku berkata (mengemukakan pikirannya) kepada kekasihnya 'adikku') yang sedang menikmati es artic bahwa antara kebahagiaan waktu sekarang dengan kebahagiaan nanti (yang akan datang) ada jarak pemisah yang mengerikan ('jurang ternganga') yang tidak dapat diketahui. Pada waktu sore ini kekasihnya menjadi orang yang dicintai (kekasih si aku), diberi kemewahan berupa roti sus dan coca cola di sebuah restoran es cream artic. Kekasihnya itu merupakan isteri si aku dalam latihan. Si aku meminta kekasihnya untuk tidak ingat waktu ('kita
hentikan jam berdetik') dalam saat kemesraan dan kebahagiaan
pertemuannya itu.
Dikatakan oleh si aku bahwa kekasihnya itu pandai bercium, karena itu, tetap ada goresan yang membekas, yang tetap terasa: tetap da kenangan indah tersisa dari ciumannya yang dilakukan pada waktu si aku mengantar kekasihnya pulang bersepeda. Terasa darah kekasihnya panas: menggairahkan, menimbulkan semangat. Dirasa kekasihnya itu cepat dewasa, menjadi dara yang pandai bercinta. Karena kenikmatan bercinta dengan gadisnya itu, maka " impian angan-angan) si aku yang sudah lama sekali berlalu ('mimpi tua bangka') kini bangkit lagi ('ke langit lagi menjulang'). Rupanya si aku ada waktu yang telah lama silam mempunyai angan-angan atau hayalan (impian) dapat bercintaan dengan seorang gadis dengan mesra. Sebab itu, ketika kini dia bertemu dengan gadisnya itu angan-angannya itu bangkit kembali dengan kuat ('ke langit lag menjulang'), yaitu ia berkhayal dapat bercintaan dengan gadisnya penuh kebahagiaan dan kemesraan.
Rupanya gadis si aku itu banyak yang meminatinya sehingga pilihannya saban hari bertukar, saban kali bertukar yang menjemput- nya! Begitu juga si aku dan gadisnya itu besok akan berpisah, tidak saling mengenal lagi. Ternyata sorga itu hanya permainan sebentar, dalam arti kebahagiaan bercinta itu tidak berlangsung lama.



5. CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.
angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya.

Di air yang tenang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertakhta, sambil berkata:
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja,”
Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau,
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.
1946

 Secara keseluruhan puisi “Cintaku Jauh di Pulau” secara sekilas mengusung tema kasih tak sampai. Hal ini terlihat jelas pada kata-kata di setiap baitnya yang bernada pesimis dan penyesalan. Penyair menuliskan kesedihan karena ajal terlalu cepat menjemput, sebelum si aku lirik berhasil mendapatkan cintanya. Seseorang yang berada jauh dari dirinya. Penyesalan tersebut ditunjukan pada bait ke-4, berikut ini:
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa Ajal memanggil dulu
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!

Namun, bila kita telaah lebih dalam, puisi “Cintaku Jauh Di Pulau” ciptaan Chairil ini lebih menyiratkan penyesalan seseorang atas segala tindakan karena telah menyia-nyiakan wanita yang sangat dicintai, dan
ketika ia sadar akan cinta dan kasih sayangnya yang sejati, ajal terlebih
dahulu menjemputnya.



6.   SENJA DI PELABUHAN KECIL

Ini kali tidak ada yang mencari cinta
di antara gudang, rumah tua, pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut
Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang
menyinggung muram, desir hari lari berenang
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.
Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
menyisir semenanjung, masih pengap harap
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap

1946

 Sajak ini merupakan luapan hati penyair yang sedih setelah ditinggal kekasihnya Sri Ayati menikah dengan seorang perwira. Hal ini merupakan pukulan bagi Chairil karena kekasih yang sangat disayanginya harus menikah dengan orang lain.
Kesediahan ini mungkin dirasakan Chairil terlalu mendalam sehingga semua yang ada disekitarnya dirasakan sunyi , kareena larut dalam kesunyian hatinya. Sehingga kedukaan karena cinta tersebut dibuat penyair dengan sangat plastis. Sehingga seakan-akan semua harapan dan keinginan itu hanya malah membuatnya sakit. Karena harapan untuk menjalin cinta dengan Sri Ayati itu akhirnya kandas juga. Sehingga keseluruhan cerita ini merupakan luapan kesedihan penyair.
Chairil biasanya orang yang tegar dan selalu optimis dalam segala hal tetapi dalam puisi ini dia merasa pesimis karena cintanya sudah kandas. Sehingga puisi ini seakan-akan menjadi melankolis karena sajaknya berisi tentang ratapan dan kesedihan Chairil dalam memikirkan nasib yang benar-benar sudah tak bisa lagi dirubah. Tetapi emosi Chairil yang menguasai puisi ini menyebabkan sajaknya tidak terlalu terlihat sedih.



7. KABAR DARI LAUT

Aku memang benar tolol ketika itu,
Mau pula membikin hubungan dengan kau;
Lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu,
Berujuk kembali dengan tujuan biru.
Di tubuhku ada luka sekarang,
bertambah lebar juga, mengeluar darah,
dibekas dulu kau cium napsu dan garang;
lagi akupun sangat lemah serta menyerah.
Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi.
Pembatasan Cuma tambah menjatuhkan kenang.
Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang.
Dan kau?
Apakah kerjamu sembahyang dan memuji,
Atau di antara mereka juga terdampar,
Burung mati pagi hari di sisi sangkar?

 Sajak ini berbicara tentang cinta. Hal tersebut ada pada baris kedua: mau pula membikin hubungan dengan kau, dan baris ketujuh: di bekas dulu kau cium napsu dan garang. Ketiga baris tersebut memiliki dua frasa yang berasosiasi dengan masalah percintaan antar individu. Frasa pertama adalah membikin hubungan dengan kau. Frasa kedua adalah kau cium napsu dan garang. Tentu frasa ini sangat berasosiasi dengan masalah percintaan antar individu.
Namun apakah dugaan tersebut sudahlah tepat? Tentu belum pasti, karena makna tersebut saya dapatkan setelah sekali baca saja. Padahal untuk benar-benar mengerti apa yang ada dalam sebuah sajak kita harus mengupas sajak itu.
Ternyata setelah pembacaan berulang-ulang saya mengetahui bahwa sajak ini tidak berbicara tentang cinta. Sajak ini merupakan sebuah ungkapan penyesalan. Lebih lengkapnya isi sajak ini adalah tentang si aku yang mengabarkan penyesalan yang ia dapatkan setelah menemukan dirinya terluka karena telah mau membikin hubungan dengan kau. Dalam penyesalan itu, si aku sadar bahwa sebenarnya hidup itu berlangsung antara buritan dan kemudi. Semua adalah pilihan. Manusia bisa memilih jalan mana yang ingin ia tempuh, baik itu lurus ataupun berkelok-kelok. Sayangnya si aku memilih jalan memiliki hubungan dengan kau yang merupakan jalan yang salah. Jalan yang telah membuat dirinya terluka. Setelah itu ia bukannya langsung insaf, ia mempertanyakan orang-orang yang kerjanya sembahyang dan memuji. Ia ingin tahu apakah mereka mendapatkan akhir yang bahagia atau mereka juga terdampar seperti dia yang akhirnya mati di sisi sangkar.



8. KUPU MALAM DAN BINIKU
Sambil berselisih lalu
mengebu debu.

Kupercepat langkah. Tak noleh ke belakang
Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang

Barah ternganga


Barangkali tak setahuku
Ia menipuku.
Maret 1943

 Sajak ini berjudul ”Kupu Malam dan Biniku”. Kupu malam maksudnya kupu-kupu malam artinya wanita tunasusila atau pelacur. Penyair bermaksud menceritakan tokoh wanita yang berkelakuan layaknya wanita tunasusila. Tokoh wanita yang dimaksud penyair adalah tokoh bini atau istrinya sendiri yang telah mengkhianatinya, berselingkuh atau berhubungan dengan lelaki lain, dan bukan untuk pertama kalinya sseperti dijelaskan pada bait kedua baris dua ”Ngeri ini luka-terbuka sekali lagi terpandang”, sekali lagi, berarti bukan untuk pertama kalinya si istri melakukan perbuatan tercela seperti ini. Hal ini membuat istrinya terlihat layaknya seorang wanita tuna susila di mata penyair atau tokoh aku.


9.TAMAN


Taman punya kita berdua

Tak lebar luas, kecil saja

Satu tak kehilangan lain dalamnya.

Bagi kau dan aku cukuplah

Taman kembangnya tak berpuluh warna

Padang rumputnya tak berbanding permadani

Halus lembut dipijak kaki.

Bagi kita bukan halangan.

Karena

Dalam taman punya berdua

Kau kembang, aku kumbang

Aku kumbang, kau kembang.

Kecil, penuh surya taman kita

Tempat merengut dari dunia manusia

Betapa jiwa Chairil bergolak pada pandangan pertama. Dari mata turun ke hati, Dan bagian selanjutnya; Ia mengerling,  Ia ketawa, dan rumput kering terus menyala. Chairil seseorang yang melihat gadis manis dan ia jatuh hati akan menghadapi dua kemungkinan, hatinya bergetar atau nafsunya menggelegak,  ia malah memakai metafora “dan rumput kering terus menyala”. Sekarang ada puisi yang lebih aneh lagi, Chairil sendiri memberikan judul “Sajak Putih” seolah dia sendiri tahu bahwa sajak-sajaknya berwarna warni, dan dia juga menjudge sendiri bahwa sajak yang satu ini sebuah sajak yang berwarna putih


10. SIA SIA

                                                              
Penghabisan kali itu kau datang                                
Membawa karangan kembang                                    
Mawar merah dan melati putih:                      
Darah dan suci                                                           
Kau tebarkan depanku                                               
Serta pandang yang memastika:  Untukmu     

Sudah itu kita sama termanggu
Saling bertanya : apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti

Sehari itu kita bersama. Tak hampir- menghampiri

Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak-koyak sepi

Pada puisi ini, subjek lirik terlihat jelas dengan peng’aku’an si penulis. Tapi satu pertanyaan lain yang akan muncul di benak kita setelah membaca puisi ini adalah siapa ‘kau’ yang dimaksud Chairil, apakah ia Sri Aryati yang sangat mengganggu dengan senyum dan kerling matanya, lalu ada gadis Mirat yang lugu dan meyerah, Hapsah yang kemudian menjadi istrinya, Dien Tamaela kah, atau Ida?
          Pelaku kedua, dalam hal ini pendengar adalah ‘kau’. Siapa dia dan apa hubungannya dengan penulis?
Kau tebarkan depanku
Mampus kau dikoyak-koyak sepi
Aku yang diam termangu, aku yang sudah itu tidak tahu, aku yang tak mau memberikan hatinya. Secara keseluruhan puisi ini menceritakan bagaimana seorang gadis yang datang pada kekasihnya, dan memberikan semuanya pada si kekasih.   
Penghabisan kali itu kau datang                                
Membawa karangan kembang
 Mawar merah dan melati putih:                     
Darah dan suci                                                           
Kau tebarkan depanku                                               
Serta pandang yang memastikan:  Untukmu
Di saat-saat terakhir ia datang, membawa karangan bunga dan juga dirinya (sebagai kembang), mawar merah (sebagai lambang darah) dan melati putih
(melati sebagai lambang kesucian). Dan Kau, ingin memberikan keperawanannya pada si Aku : serta pandangan yang memastikan: untukmu.






III

 PENUTUP



            Dari ke sepuluh puisi Chairil Anwar yang kami analisis, di ketahui bahwa sosok Chairil Anwar  tidak hanya seorang yang pandai meramu kalimat untuk sebuah puisi, tapi dia juga sosok yang sangat romantis pada jamannya, bahkan sampai saat ini karya karya puisi Chairil Anwar yang bernuansa romantisme masih sangat disukai oleh banyak orang.







IV

IV. DAFTAR PUSTAKA


Anwar, Chairil.1999.Derai-Derai Cemara. Horison: Jakarta.
Pradopo, Rahmat Djoko.1987.Pengkajian Puisi.Gadjah Mada University Press:
            Yogyakarta.